life · marriage life

Pernikahan yang ‘sempurna’

Halo!

Di postingan ini saya mau nulis tentang pernikahan, terutama hubungannya dengan anak. Mungkin ga semua orang setuju dengan yang akan saya tulis, gapapa, agree to disagree aja. Tapi kalo dari awal kira-kira ini isu yang sensitif buat kalian dan ga terbuka untuk opini lain, silahkan di skip aja ya.

“Children to not complete the family ; they expand it”

“Yang menjadikan pernikahan itu sempurna bukanlah kehadiran anak akan tetapi kesatuan pria dan wanita itu sendiri”

Ini bukan statement karangan saya, tapi saya sangat setuju dengan statement di atas.

Dari dulu saya memang bukan penganut anak adalah pusat keluarga / pernikahan. Sebelum punya anak, salah satu kekhawatiran saya adalah saya takut hubungan saya dan Utin jadi jauh. Dan kenyataannya, setelah punya anak memang perlu extra effort untuk mempertahankan komunikasi, bahkan untuk sekedar ngobrol.

Kalau dulu setelah pulang kerja bisa sekedar santai-santai sambil nonton tv dan ngobrol ringan, sekarang boro-boro bisa ngobrol. Kadang saya uda ketiduran waktu utin pulang, karena utin sering pulang malem. Mau sekedar nonton tv atau ngobrol juga susah karena axel uda bobo, nanti dia kebangun kalo nyalain tv atau kalo kita ngobrol. Pagi juga biasanya buru-buru dan ga sempet ngobrol. Alhasil seringkali kita cuma sempet ngobrol kalau weekend. Itupun seringkali ngobrolin anak.

Walaupun saya berprinsip ga boleh selalu ngutamain anak di atas pasangan, pada kenyataannya seringkali saya terlalu sibuk dengan axel sampe agak mengesampingkan kebutuhan utin, apalagi axel masih kecil, masih belom bisa ditinggal.

Akhirnya karena kurang komunikasi, perlahan hubungan semakin jauh. Saya suka merasa udah ga ‘kenal’ Utin. Dan akhirnya sering salah paham. Ini saya nulis dari persepsi saya, kalau persepsi Utin silahkan ditanya sendiri ya hehe.

Jujur saya takut. Anak baru 1.5 tahun aja uda kaya gini, gimana kalo (misalnya) nanti ada anak ke 2? Atau anak uda gede? Makin lama makin jauh,trus makin ga kenal satu sama lain? Apa jadinya nanti pernikahan kami?

Bukannya ga sayang dan ga bersyukur dengan kehadiran anak ya. Saya sangat bersyukur (walau seringkali lupa) atas anugeran Tuhan dalam hidup kami. Anak adalah titipan dari Tuhan, tugas kami untuk merawat dan membesarkannya. Tapi anak bukanlah milik kami.

Anak tidak membuat pernikahan sempurna. Pernikahan sudah ‘sempurna’ ketika Tuhan menyatukan seorang laki-laki dan perempuan. Tidak perlu kehadiran seorang anak untuk menjadikan pernikahan yang bahagia. Dengan atau tanpa anak, seharusnya suami dan istri berbahagia karena memiliki satu sama lain. Kalau di anugerahkan anak tentunya akan jadi bonus tambahan. Kehadiran anak bukan menyempurnakan pernikahan, tapi memperluas keluarga. Kalau yang tadinya cuma berdua, sekarang bertiga, dan seterusnya. Tapi tanpa anak, hanya suami istri, juga sudah disebut keluarga kan.

Saya tau ini mungkin bertentangan dengan prinsip sebagian (besar?) Orang, terutama dengan budaya timur khususnya orang chinese. Saya ngomongin budaya chinese aja deh ya yang paling saya mengerti. Kalau di budaya chinese pada umumnya, anak adalah pusat keluarga, segala-galanya, atau bahkan investasi di masa tua. Ini saya nulis secara general ya, tentunya beda keluarga beda pandangan, walaupun sama-sama chinese.

Makanya banyak yang memperlakukan anak bak raja, segala dilakukan demi anak, asal anak seneng dan sejahtera, orangtua gapapa menderita. Ga ada yang salah dengan itu, siapa sih yang ga mau hidup anaknya lebih baik daripada orangtuanya. Sayapun akan mengusahakan sebaik mungkin demi Axel. Tapi yang saya pertanyakan adalah (termasuk ke diri saya sendiri), apakah bijak kalau anak selalu diutamakan dan pasangan selalu dinomorduakan? Janji pernikahan sehidup semati kan terhadap pasangan hidup, yaitu suami /istri, bukan sama anak. Suatu saat nanti anak akan meninggalkan rumah dan hidup dengan pasangan hidupnya sendiri, kalau itu terjadi dan hubungan suami istri sudah terlanjur jauh, apa yang akan terjadi? Makanya banyak pasangan senior yang ketika anak sudah besar dan keluar dari rumah, mereka bingung untuk berkomunikasi satu sama lain, karena tidak terbiasa dan uda tidak saling kenal.

Tentu aja ga bisa dipukul rata dan didramatisir ya, perlu hikmat bijaksana untuk bisa lihat case per case, untuk menentukan skala prioritas. Bukan berarti (misalnya) ketika anak masih kecil banget dan dihadapkan harus ikut suami atau pilih anak jadi anak langsung ditinggal gitu aja tanpa pikir panjang. Perlu digumulkan dan dipikirkan baik-baik tentu aja, agar bisa mengambil keputusan terbaik untuk semua pihak. Intinya kan jangan sampai ada pihak yang merasa ditelantarkan.

Jadi, kehidupan pernikahan tidak berhenti setelah anak lahir. Passion harusnya tetap hadir dalam rumah tangga – ada atau tidak ada anak. Sudah jadi hal yang lumrah ketika pernikahan memasuki usia di atas 5 tahun api-api asmara mulai redup, makanya perlu dilakukan upaya ekstra untuk tetap menghangatkan api tersebut. Makanya kalo di beberapa gereja ada program marriage enrichment khusus untuk pasangan yang pernikahannya di atas 5 tahun. Perlu banget buat tetap mempertahankan hangatnya pernikahan, sehingga menjaga komitmen pernikahan dapat tetap dilakukan. Ingat, pernikahan adalah tentang komitmen, bukan cuma perasaan.

Tulisan ini , termasuk statement di awal postingan, adalah hasil refleksi yang saya dapatkan melalui KTB Calon di Sahabat Kristus. Apa sih Sahabat Kristus? Kurang lebih ini adalah kelas untuk mengajarkan anak sejak usia dini (1 tahun) tentang Kristus. Ga cuma anaknya yang dibina, tapi orangtuanya juga. Ga cuma tentang bagaimana mendidik anak, tapi juga bagaimana menjalani dan mempertahankan pernikahan. Intinya kurang lebih seperti itu, karena saya belom ‘resmi’ jadi anggota, makanya masih dibilang ‘calon’. Kelas ini komitmen jangka panjang, sampai usia anak 12 tahun. Oleh karena itu perlu komitmen bener-bener sebelom diterima jadi anggota. Saya masih dalam tahap uji coba juga nih, masih dites komitmen nya untuk jadi anggota haha. Moga-moga ya kami diterima. Karena saya sungguh terberkati dengan beberapa kelas SK yang sudah saya ikuti.

Di kelas kemaren, kami diingatkan pentingnya menjaga pernikahan dan hubungan dengan pasangan. Salah satu caranya adalah untuk sebisa mungkin tetap ‘dating’. Kalau memungkinkan, anak bisa dititip sebentar supaya suami istri bisa pergi berdua, dan ngobrol mengenai diri masing-masing (jangan ngobrolin anak ya, karena intinya adalah untuk tetap belajar mengenal satu sama lain). Tapi kalau tidak memungkinkan, paling ga cari waktu untuk tetap bisa berdua secara khusus, tanpa diganggu anak.

Hubungan suami istri yang stabil akan berpengaruh kepada psikologi anak. Anak akan merasa aman kalau papa mamanya saling mencintai. Perkembangannya juga akan lebih baik. Kalau orang tua berantem, biasanya anak juga akan tau dan mereka akan jadi gelisah (walau mungkin berantemnya ga di depan anak ya). Anak perlu tau kalau papa mamanya saling mencintai. Dan anak perlu diajarkan untuk menghormati ketika papa mama sedang ngobrol berdua, anak tidak boleh ganggu atau minta perhatian.

Mom Dina pernah nulis tentang prinsip hubungan orangtua anak yang diajarkan di Sahabat Kristus dengan lebih baik, monggo dibaca postingannya. Btw, si Dina senior saya di SK, melalui dia juga saya jadi kenal SK hehe.

Saya terberkati sekali dengan bahasan kelas KTB kemaren, makanya saya share disini untuk berbagi sekaligus mengingatkan diri saya di masa depan. Memang bukan pandangan ‘umum’, makanya mungkin agak sulit diterima sebagian orang. Tapi buat saya prinsip ini bagus sekali. Semoga dengan hubungan suami istri yang lebih baik, hubungan antara orangtua anak juga lebih baik.

Jadi, buat yang uda menikah, jangan lupa nge-date ya! 😀

Have a nice day!

Family is God’s greatest gift

36 thoughts on “Pernikahan yang ‘sempurna’

  1. akuuu setujuuuhh,, reminder juga ne buat diri sendiri,, kadang suka da kesibukan sama anak,, suami jadi nya ‘kelupaan’
    sahabat kristus itu di eunike ya ci dea? cuma ada di kelapa gading ya?
    tertarik pengen ikutan dehh,, berasa perlu bekal lebih untuk besarin anak berbasis Tuhan..
    soalnya anak yg da ditanemin mantep pasti gedenya uda ada di right path..

    1. Iyaa betul.. wah km tau jg ya?bener2 aku jg berasa no clue buat didik anak jd berasa butuh kelas kaya gini.. coba tanya2 aja dulu.. dateng ke kelas pembagian visi misinya hehe

  2. Aku jg pernah diingatkan ttg hal ini lewat postingannya seseorang penulis beken. Bahwa suami itu harus lbh mengutamakan istri dibanding anak2nya (in a fair way ofkors). Spy hubungannya tetep terjaga. Krn anak tinggal bersama kita lho paling brp lama? 18 tahun at least Klo lulus SMA udah kuliah di luar kota. Atau 25-30 tahun klo keluar rumah disaat sudah nikah. Tp tinggal bersama pasangan kan bs sampe puluhan tahun (bs sampe 50 tahun lebih).

  3. Setujuuuuu banget. guapun belajar. susah banget ketika punya anak harus utamain suami. apalagi kalau ngurus semua2nya sendiri. tapi ya disitu harus belajarnya ya. bener banget, kadang ortu2 yang galau anaknya “pergi dari rumah” yang karena hubungan mereka (biasanya) udah cukup terbiasa gak ngobrol dan fokusnya ke anak terus.

  4. Tetep ya mom dina junjungan kita! HAHAHA …
    anyway, setuju deaaaaaa sama postingannya .. mom Dea juga junjunganku!!! apalgi kalo dapet pangsit, aku junjung setinggi2nya hahaha …. ini kalo remon baca pasti manggut2 setuju jugaa .. harus diniatin kalo kata orang ya buat biki quality time suami dan istri yang mana ya itu suka ketiduran emaknya hehehe

    1. Nanti ya kalo kt meet up sama aku ada stock pangsit aku bagi hihihi. Iyaa betul.. makin lama quality time itu hrs pk niat ya. Kl jaman dlu lebih effortless haha

  5. Semangaaaat !!! Emang susah ya tapi harus tetep diusahain biar balance. Pewe sering bilang klo gua lagi agak mengeluh ke dia klo kurang waktu dating “sabar nanti ada waktunya anak2 udah gede dikit lagi udah ga mau pegi2 ama kita”. Ner uga sih..jadi enjoy aja lah. Yg penting klo misal ada waktu bisa nyolong2 dating ya hayook.. dan yg penting masih ada me time.

  6. Haduuh setuju bangeeet.. sbnrnya kegiatan kita mirip2, De. Adhi pulangnya malem dan gua udah keburu ngantuk. Pagi udah gubrak gabruk masing2. Jd susah komunikasi banget dan iya sekalinya ngobrol malah ngomongin anak. Gua pernah curhatin, kalo awalnya keluarga tuh suami istri. Nantinya pun anak akan ninggalin kita dan balik lagi pas tua cuma tinggal suami istri. Jadi sesayang2nya kita sama anak, fokus utama ya seharusnya suami atau istri. Gua kepengen hubungan suami istri tuh tetap intim. Jangan saling cuek.

    Tapi emang kenyataannya susah sih ya.. gua ngomong gitu ujung2nya gua mentingin urusan sophie jg bwahahaha..

    Thanks for sharing Deee..

  7. Thankyou sharingnya Dea, postingannya mengingatkan gue untuk lebih merhatiin pasangan karna memang semenjak punya anak, suami jadi selalu nomor 2. Selalu mikir mungkin karna anaknya masih kecil, nanti quality timenya lebih intens ketika anak udah gedean. Jadi semakin semangat belajar lebih baik lagi kepasangan, tengkyuu Dea 😍

  8. Thank you Ci Dea for writing this, I feel so blessed as well! Sedikit cerita, mama-papaku kan LDR beda zona waktu 12 jam. Senengnya adalah mereka masih bisa berkomunikasi dgn baik, khususnya pake video call ya.. udah jelas banget deh jadwalnya pasti pagi2 dan 1x di sore hari.

    Aku jadi iri mreka bisa se-strong itu, walo kadang suka ngerasa aneh sendiri sih kalo lagi gombal2an berdua wkaka 😅😂

  9. beruntung gua ada suster yang bisa dipercaya, jadi masih bisa rutin ngedate bareng suami hahahaha… walaupun ternyata pas ngedate, obrolannya ga jauh2 dari urusan anak, tapi ya setidaknya bisa ngobrol berdua tanpa diganggu anak atau salah satu ketiduran hahahaha…

  10. Kayanya gw komen bakalan panjang nih hahaha…

    1. Kalau type orangnya masih Chinese totok, selain anak itu pusat kehidupannya, anak juga semacem buat jaga ortu ketika mereka sudah tua. Kalau model ortunya bijak sih nggak masalah akan tetapi kalau model kurang bijak bisa jadi duri dalam daging dalam kehidupan RT anak dan menantunya. Karena yah itu dari muda pusat hidupnya udah TOTAL ke anak, ketika anaknya menikah dia lupa kalau dirinya masih punya suami, pasangan hidupnya (harusnya malah yang utama) kalau secara general gw banyak liat kasus begini di kehidupan keluarga2 chinese yang masih totok. Tar seringnya cek cok rumah tangga karena intervensi pihak orang tua, karena beda prinsip pandangan, dll, dll nggak mau gw bahas bakalan jadi panjang lebar.

    2. Pertemanan sehat juga penting menurut gw, jangan sampe salah masuk grup WA dan salah punya temen2. Alih-alih mereka bisa buat suka dan duka yang kebanyakan terjadi itu lu ditusuk dari belakang, mereka bagai serigala berbulu domba. Hal-hal yang sering terjadi adalah, contohnya ada yang pergi berdua sama suaminya buat sekedar nonton sebentar atau dinner dan anaknya yang notabene masih bayi atau batita dititip sebentar udah dijudge “kok lu bisa sih pergi nonton begitu ninggalin anak blablablabla….” otomatis yg pergi menonton seolah2 adalah ibu yang buruk semenetara yang tidak menonton adalah ibu yang baik. Kasus lain, kok bisa sih pergi2 sama temen2 dan tinggalin anak, dll, dll kalau dijabarin juga panjang lebar. Sekarang yang namanya orang pada kepo semua, alih2 mereka care mereka cuma pengen tau drama RT lu buat digosipin, hati2 jangan sampe salah curhat tar kena gosip negatif, tapi kalau udah pernah kejadian seperti itu elu akan tau mana yang beneran temen mana yang bukan. Cari temen yang bisa dukung lu dalam suka dan duka, dalam membangun rohani (ini susah pake banget) karena gw liat kebanyakan temen cuma sekedar buat basa basi busuk dan buat haha hehe doang (pergi makan sambil cuap2 udah kelar) makanya temen gw segitu2 aja hahahaha….gw paling nggak demen liat orang nih 1 grup kalau gak suka sama orang trus segrup2nya harus ikutan sebel jd solidaritas dan kemudian menyerang 1 orang ini di socmed. Sekarang tekanan socmed juga tinggi, apa yang terlihat di socmed orang kan blom tentu itu kehidupan aslinya orang tersebut. Jangan sampe hal2 seperti itu membutakan mata dan hati kita trus jadi racun dalam RT kita. Prinsip gw yang namanya socmed harus bijak kita liatnya kalau itu bisa jasi inspirasi okelah kalau udah mengintimidasi, lupakan nggak usah dilihat karena rumput tetangga emang terlihat lebih hijau walau cuma rumput imitasi beli di ace hardware, tapi kan orang biasa kepo penasaran jadi tetep dilihat hahaha…

    3. Gw selalu usahain waktu makan malam bersama, kata orang tua kan kalau makan nggak boleh ngobrol, ini kebalik. Lah pagi udah gedebak gedebuk siapin anak sekolah mana sempet ngobrol ringan santai2, pulang kerja malam. Jadi pas lagi makan malam di meja makan kita nggak mau ada gangguan anak2, mereka suruh dalam kamar (tentu aja kondisi anak seperti ini udah beres mandi, makan, siap tidur paling tinggal minum susu atau sikat gigi). Nah dari makam malem itu ngobrol2 santai yang sebenernya topiknya juga gak jauh2 dari anak, tapi gw cerita hari ini di rumah/sekolah/les sementara dia cerita di kantor. Hal yang paling menyenangkan kalau lagi ngomongin rencana liburan hahahaa….jadi semalem apapun dia pulang gw pasti bakalan tunggu buat makan malem, jadi gw makan malem bisa jam 8 sampe 9 gitu deh. Kalau seumpama laper, gw ngemil2 dikit biar nggak masuk angin/maag. Rekor gw temenin makan jam 11 san itu gw udah ngantukkkk dan udah makan tapi tetep duduk hahahahahah

    4. Sayangnya untuk nonton berdua atau pergi berdua ini susah, nggak ada yang bisa dititipin hiks….kesempatan ntn gw tuh setahun sekali kalau clarissa pentas balet hahaha. Jadi gw bakalan ntn bioskop berdua tuh setahun sekali hihihi…

    Maap kepanjangan, bukannya gw sok, gw menyadari gw banyak kekurangan tapi liat dari cerita kiri kanan depan belakang jangan sampe gw begitu, jadi gw harus membangun sesuatu yang positif supaya suatu saat nanti ketika anak2 menikah pusat kehidupan gw bukan anak2 dan lupa sama pasangan. Semoga ketika gw tua nanti masih diberikan umur dan kesempatan, buat menjadi orang tua dan mertua yang bijaksana buat anak2 dan (menantu). AMIN

    Terima kasih buat postingannya Dea! Kita sama2 belajar yang supaya bisa menjadi istri yang baik untuk pasangan dan orang tua yang baik buat anak2. Sehingga ketika orang melihat kita adalah terang Kristus, cahaya buat keluarga kita 🙂

    1. Hai fel thanks for sharing yaa.. bener tu yg chinese totok yg lebih banyak potensi drama soal anak..emang budaya sih ya..
      Soal grup WA jg bener ni.. apalagi soal tekanan socmed..kadang ada bagusnya kl bs puasa sosmed ya utk bs meluruskan hati dan pikiran biar ga bnyk banding2in haha
      Wah ini bagus nih idenya. Gw jg lg mau coba ini. Walo ga bs makan malem bareng paling ga temenin ngemil pas plg kantor ya. Kynya emang ini wkt yg plg pas bwt ngbrl ya fel.

      Thanks jg fel buat sharingnya ya.. amin2 smg kt bs jd istri yg lbh baik dan ortu yg lbh baik jg..

  11. Setuju banget ci, ada anak or gak itu tetep namanya keluarga. Bener banget sih pas mo merid urusan anak gk trll d bahas, yg lebih penting yaa suami dan istrinya gmn jaga komitmen n nerima pasangan. Thanks sharingnya yaaa 🙂

  12. Sama De, gue juga punya kekhawatiran gitu loh. Tapi mungkin karena gue insecure banget ya jadi yang gue khawatirkan itu lebih ke “Tar koko apa-apa bakal lebih ngutamain anak, bukan gue” muahahahah. Cuma memang gue suka bilang juga ke taz kalo anak itu kan “titipan” bukan milik kita, jadi tugas kita memang dengan sebaik mgkn merawat dan mendidik mrk jadi orang yang baik hati baik budi, setelah itu yaudah harus “dilepas untuk membuat keluarga sendiri”. Abis itu? Ya kita balik lagi deh berduaan! Hahaha makanya kudu pinter2 tetep jaga hubungan supaya saat anak udah “pergi dari rumah” ga garing berduaan sama suami, ga berasa asing juga hahaha

  13. Yah, kalo saya sih belum nikah jadi cuma bisa ambil hikmahnya aja. Heheh.
    Tapi bener juga sih, kadang kalo udah nikah gitu suka sibuk masing2, akhirnya lupa nyisain waktu untuk keluarga (anak maupun istri)
    Padahal komunikasi antar pasangan penting banget ya dalam berumah tangga.
    Temen di kantor pantes seminggu sekali jalan bedua sama suaminya entah itu kemana dan anak merekapun dititip di ibunya.
    Tapi ingat waktu juga sih, gak sampai kebablasan ninggalin anaknya gitu aja 😅

  14. De, thanks for sharing en ini beneran jadi pengingat bgt 😊 soalnya sering x qta lupa pentingnya ber2 seiring karena uda punya anak. Anak jd prioritas utama pdhl suami/istri pun ttp harus jd prioritas utama juga.
    So far gue masih bisa nitipin duo B ke enyak sama ade2 walo ga bs dlm jangka waktu yg lama *encok shay mrk, wkwkwkwk tp apapun itu gue ttp bersyukur bs punya quality time sama Jo. En lg berencana saban seminggu skali B mau qta inepin dirmh enyak jd walo gue sama Jo ga kuar rmh tp punya waktu b2an dirmh *Bboy masih blm bs recok2 amat, lol*
    Emank c waktu b2an ttp yg dibahas anak juga, ahahahaha.

  15. Nice share, ini jd reminder jg bwt gw dan suami, sesekali perlu ngedate jg ya. Klo gw sm suami kadang qta sk ngobrol pas malem2 pas anak bobo, ya cerita2 hal yg simple aja. Biar masing2 cerita hari ini ngapain aja sama diskusi klo mau ada keputusan buat sesuatu.

  16. Sharing-nya ngena banget ci, dan konsep pemahaman kita tentang pernikahan ternyata sama banget. Waktu aku kelas pra-nikah dulu, sering banget ditanya berulang-ulang tentang tujuan menikah. Konselornya ngomong “punya anak” itu bukan salah satu tujuan menikah, karena bisa aja kita nggak punya anak. Punya atau nggak punya keturunan, suami istri harus terus kompak dan sama-sama tumbuh dewasa bareng. Makanya, setelah punya anak ini, aku dan suami harus pinter-pinter cari waktu untuk pacaran berdua. Pokoknya nggak ada deh anak dijadikan alasan penghalang keromantisan rumah tangga, hahahaha.

    Thank you ci for sharing!

Leave a reply to Mr. Him2 and Mrs. Her2 Cancel reply